RADARDEPOK.COM, DEPOK JAYA – Wartawan Depoknews, Furkan merasa kecewa atas sikap Kapolres Metro Depok, Kombes Imran Edwin Siregar, yang dianggap telah melakukan tindakan melanggar undang-undang pers, lantaran mengusirnya yang sedang melakukan peliputan.
Peristiwa bermula Minggu (1/8), di bekas kandang sapi, Kelurahan Tirta Jaya, Kecamatan Sukmajaya. Dia bersama dua wartawan lainnya, tengah melakukan peliputan dugaan penipuan yang dialami sekelompok peternak sapi disana. Hasil peliputan berita tersebut sudah dikirim ke kantor redaksi Depoknews dan sudah terbit.
Senin (2/8) pukul 06:30 WIB, sekelompok peternak sapi yang sempat mereka liput, mengabarkan ingin melengkapi berkas pelaporan ke Polres Metro Depok. Sebab malam sebelumnya, mereka sudah membuat laporan.
“Saya pada pukul 08:25 WIB berangkat dari rumah untuk ke Polres. Tiba pukul 09:10 di Polres. Saya langsung masuk ke Polrestro Depok dan menunggu para korban,” kata Furkan.
Dia mengungkapkan, sekitar pukul 09:30 WIB, dia dan sekelompok peternak sapi bertemu di kantin Polres, dan mereka mau melaporkan atau melengkapi berkas laporan.
Sebagai wartawan, dia mencoba konfirmasi melalui Whatsapp ke Kapolres, untuk menanyakan terkait kasus tersebut, dengan mengirimkan link berita salah satu media pada pukul 10:15 WIB. Namun belum ditanggapi.
“Tapi setelah itu peternak masuk ke ruang laporan dan saya mengikuti masuk ke dalam, dan bertemu salah satu penyidik. Penyidik mengatakan berkas sudah masuk tunggu 3 hari. Setelah itu saya keluar, dan langsung mewawancara di depan ruangan piket,” ungkapnya.
Baru berjalan tiga sampai empat menit wawancara, datang Kapolres Metro Depok ditemani beberapa anggota, langsung masuk ke ruang penyidik. Setelah keluar, Lanjut Furkan, Kapolres langsung bertanya padanya dengan nada keras.
“Kamu siapa, mana pelapor. Akhirnya saya jawab saya wartawan pak. Terus ditanya kamu wartawan mana. saya wartawan Depoknews,” ujar Furkan.
Setelah itu, Furkan menuturkan jika Kapolres menanyakan kartu Identitas pers miliknya, dan memarahinya karena masuk wawancara tanpa izin dari Kapolres. Dia dianggap mengganggu proses penyelidikan dan membuat berita bohong.
“Kapolres bilang ke saya kalau dia tidak kenal saya. Kata kapolres dia tahu wartawan apalagi Pokja dia kenal,” bebernya.
Furkan mengaku, Kapolres juga memerintahkan anggotanya untuk memeriksa tas miliknya, dan ditemui kartu anggota PWI dan kartu mahasiswa. “Setelah itu saya langsung diusir keluar dan rekaman disuruh hapus dan dihapus oleh anggota rekaman hasil liputan saya, dan saya mengadu ke kantor PWI Depok,” imbuhnya.
Sementara itu, pengurus dan seluruh anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Depok menyatakan sikap dan protes keras atas peristiwa ini.
Ketua PWI Kota Depok, Rusdy Nurdiansyah mengatakan, atas kejadian tersebut, Furkan yang juga merupakan anggota PWI Kota Depok melaporkan kekerasan mental yang dialaminya ke para pengurus PWI Kota Depok.
“Setelah mendengar laporan dari saudara Furkan, kami dari pengurus PWI Kota Depok menyatakan sikap protes keras atas prilaku arogansi Kapolrestro Depok. Itu prilaku buruk dan bukan contoh yang baik sebagai seorang penegak hukum, apalagi itu dialami seorang wartawan yang semestinya menjadi mitra yang baik,” ujar Rusdy.
Menurut Rusdy, prilaku Kapolres yang meminta anak buahnya menghapus rekaman hasil liputan, merupakan perbuatan yang melanggar Pasal 18 UU Pers No 40 Tahun 1999, yang menyatakan perbuatan melanggar hukum bagi setiap orang yang menghambat dan menghalangi kinerja wartawan dengan ancaman pidana dua (2) tahun hukuman penjara dan denda Rp500 juta.
“Berdasarkan laporan saudara Furkan, Kapolrestro Kombes Imran Edwin Siregar menghardiknya dengan nada keras. Ini tidak etis yah,” bebernya.
Dia menambahkan, atas laporan Furkan, maka pengurus PWI Kota Depok juga akan melaporkan surat protes keras ke Kapolda Metro Jaya, Kapolri, Dewan Pers, PWI Pusat, dan PWI Jawa Barat. “Furkan berencana akan melaporkan kasus yang dialaminya ke Propam Mabes Polri dan diharapkan dapat diproses hukum,” pungkas Rusdy.
Ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Kapolres Metro Depok, Kombes Imran Edwin Siregar hanya menjawab dengan singkat. “Silahkan mereka dengan versinya. Saya tidak tanggapi dulu, nanti ada saatnya,” tukasnya.
Terpisah, Mantan Komisioner Kompolnas periode 2016-2020, Andrea H. Poeloengan turut menyoroti masalah ini. Menurutnya, polisi dan wartawan harus saling menghargai profesinya. Dialektika antar polisi dan wartawan harus sama sama terbangun dalam suasana yang santun, bersahaja dan saling mengormati (respect). Selain itu dalam konteks profesional, masing masing juga harus menunjukan identitas profesi masing masing.
“Artinya polisi ya harus benar benar polisi yang bertugas dan berwenang serta lulus dari pendidikan dan pelatihan kepolisian. Sementara wartawan, juga harus mempunyai sertifikat profesi, lulus ujian profesi wartawan/jurnalistik dan tergabung dalam organisasi wartawan yang diakui oleh Dewan Pers, serta medianya harus juga media dan perusahaannya terdaftar dalam Dewan Pers,” ujar Dosen PTIK ini.
Ia menerangkan, apabila salah satu baik polisi atau wartawan yang profesinya seperti dimaksud di atas, ada yang merasa tidak nyaman ketika berinteraksi, maka silahkan ajukan keluhan, yang kedua duanya bisa mengajukan kepada Dewan Pers.
“Tambahannya, baik polisi atau wartawan dapat juga diadukan ke pengawas internal lembaganya masing-masing,” terangnya.
Jika kedua belah pihak menempuh cara lain di luar jalur atau sarana yang sudah dijelaskan di atas, maka dikhawatirkan akan terjadi perbuatan melawan hukum baru. “Sebaik-baiknya penyelesaian adalah dengan musyawarah. Untuk itu saya usulkan silahkan bermediasi di Dewan Pers,” pungkasnya. (rd/dra)