Jakarta – Penunjukkan tim seleksi calon anggota KPU-Bawaslu menjadi sorotan terkait adanya 4 unsur pemerintah di dalamnya. Komisioner Kompolnas periode 2016-2020 Andrea H Poeloengan menilai perlu adanya dialog terkait hal ini.
“Pertentangan yang terjadi ‘sejak awal’ seperti ini bisa menjadi sumber penyebab yang kurang baik bagi Pemilu di Indonesia. Awalilah penyelesaian perbedaan ini dengan dialog. Dialog diyakini akan mempertemukan kepentingan yang berbeda dan saling memahami harapan dan kekhawatiran satu dengan lainnya,” ujar Andrea dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (12/10/2021).
Salah satu yang menjadi sorotan terkait penunjukkan anggota Kompolnas Poengky Indarti yang disebut mewakili tokoh masyarakat. Andrea menilai saat ini status Poengky bagian dari penyelenggara pemerintah, sehingga segala hal dan kewajiban sebagai bagian pemerintah melekat di Poengky.
“Posisi Poengky walaupun wakil masyarakat dalam Kompolnas akan tetapi sejak Agustus 2020 sudah diangkat ke dua kalinya oleh Presiden sebagai Anggota Kompolnas. Juridis, saat ini Poengky adalah bagian dari penyelenggara pemerintahan. Segala hak dan kewajiban sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan melekat pada Poengky. Anggota Kompolnas merupakan bagian dari delegasi kewenangan Presiden yang terkait dengan Kebijakan Strategis dan Pengawasan Fungsional Polri,” kata Andrea.
Andrea menyebut, peran ganda Poengky dalam tim seleksi ini belum diatur dalam Undang-undang. Hal ini lah yang dinilai dapat membuat Poengky dianggap unsur pemerintah meski disebut sebagai tokoh masyarakat.
“Peran ganda Poengky sebagai Tokoh Masyarakat dan bagian dari Penyelenggara Pemerintahan, berdasarkan norma hukum belum diatur dalam peraturan perundang-undangan dengan tegas. Kondisi ini yang menyebabkan apabila ada masyarakat telah menjadi bagian dari penyelenggara pemerintahan, maka dapat dipandang otomatis merupakan bagian dari pemerintah atau tetap sebagaimana dia berasal sebagai masyarakat,” tuturnya.
Peran ganda Poengky juga dinilai dapat memberikan tanggapan berbeda dari masing-masing pihak. Baik pendukung maupun yang menganggap posisi Poengky berbenturan dengan aturan.
“Bagi yang mendukung dan mengklaim ‘rekam jejak baik, profesionalitas dan berintegritas’ pasti akan berkepentingan mendukung dan mempertahankan penunjukan Poengky yang dianggap bagian dari masyarakat,” kata Andrea.
“Bagi yang menganggap ada ‘benturan antara norma hukum dan norma (rasa) keadilan, etis dan kekhawatiran benturan kepentingan, bahkan independensi Timsel’ pasti akan mengkritisi dan menolak Poengky yang dianggap merupakan bagian dari pemerintahan karena suka atau tidak suka sekarang masih menjadi Anggota Aktif Kompolnas,” sambungnya.
Dia menilai masalah ini perlu segera disepakati agar tercipta timsel ‘tanpa cacat’. Menurutnya bila dianggap sebagai sebuah masalah maka jalan yang dapat ditempuh melalui lembaga peradilan tata usaha negara dan Ombudsman RI.
“Legitimasi Timsel ‘tanpa cacat’ perlu segera disepakati para pemangku kepentingan yang pro dan kontra, demi melahirkan embrio penyelenggaraan Pemilu yang Pancasilais dan Demokratis. Apabila dianggap sebagai bagian dari permasalahan Tata Usaha Negara, Administrasi Pemerintahan atau Negara, bahkan Maladministrasi, maka jalur lembaga peradilan tata usaha negara dan Ombudsman RI adalah respon yang bermartabat, termasuk juga Judicial Review jika dianggap ada pertentangan peratutan perundang-undangan di bawah UU dan/atau UUD NRI 1945,” pungkasnya.