Menurut Harli Siregar, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, indikasi awal mengarah pada ketidakmurnian putusan lepas (ontslag) dalam perkara korupsi terkait fasilitas ekspor CPO. “Kami mencurigai ada praktik yang tidak sesuai prosedur dalam putusan ontslag tersebut,” jelas Harli di Jakarta.
Petunjuk baru terungkap saat penyidik menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus dugaan suap di PN Surabaya.
Dalam penggeledahan itu, ditemukan bukti elektronik yang mengarah pada keterlibatan advokat berinisial MS dalam kasus suap terkait korupsi CPO di PN Jakarta Pusat. MS diketahui merupakan kuasa hukum korporasi yang terlibat dalam kasus ini.
Dari temuan tersebut, penyidik melanjutkan penyelidikan dengan melakukan penggeledahan di berbagai lokasi di dalam maupun luar Jakarta.
Beberapa saksi juga diperiksa untuk menguatkan bukti yang ada. Langkah ini membawa penyidik pada penetapan empat orang tersangka yang diduga terlibat dalam skandal tersebut.
Empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Wahyu Gunawan (WG), seorang panitera muda perdata di PN Jakarta Utara; MS, advokat dalam kasus ini; Ariyanto (AR), advokat lainnya; serta Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dan kini menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Selatan. MAN disebut berperan penting dalam proses pengambilan keputusan.
Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, mengungkap bahwa MS dan AR diduga memberikan suap sebesar Rp60 miliar kepada MAN melalui WG. Suap ini diberikan untuk memengaruhi majelis hakim agar memberikan putusan bebas atau ontslag dalam perkara korupsi ekspor CPO.
Qohar menjelaskan bahwa meskipun unsur-unsur dalam kasus tersebut memenuhi dakwaan, majelis hakim memutuskan bahwa tindakan tersebut bukanlah tindak pidana. Putusan ini menjadi titik kontroversial yang mencurigakan dan memicu investigasi lebih mendalam oleh Kejaksaan Agung.
Menurut temuan penyidik, uang suap yang diberikan diduga digunakan untuk memastikan bahwa perkara ini tidak dianggap melanggar hukum. Tindakan tersebut mencerminkan adanya pola penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan peradilan.
Setelah menetapkan keempat tersangka, Kejaksaan Agung mengambil langkah penahanan selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan. WG ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK, sementara MS, AR, dan MAN ditahan di Rutan Salemba dengan lokasi cabang yang berbeda.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan sejumlah pejabat peradilan yang seharusnya menjunjung tinggi integritas hukum. Dengan temuan-temuan baru yang terus diungkap, Kejaksaan Agung berkomitmen untuk membawa semua pihak yang terlibat ke pengadilan guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Skandal suap dalam penanganan kasus CPO ini mencerminkan perlunya reformasi mendalam di sektor peradilan. Kejaksaan Agung menunjukkan upaya serius dalam membongkar jaringan korupsi ini, yang melibatkan panitera, advokat, hingga hakim. Publik kini menanti langkah-langkah hukum yang tegas agar kasus serupa tidak lagi terjadi di masa depan.