Mural, Grafiti, Poster, Baliho dan Spanduk dapat dikategorikan sebagai media luar ruang yang dapat digunakan sebagai sarana mengekspresikan sesuatu. Media ini juga erat dengan sarana seni ataupun promosi. Senipun juga menjadi salah satu sarana pengungkapan ekspresi dan penyampaian aspirasi.
Penata-kelolaan media luar ruang ini biasanya diatur dalam Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah. Peraturan-peraturan tersebut dimaksud agar media luar ruang tidak menjadi “sampah mata” yang bertebaran serampangan sehingga merusak keindahan wilayah. Selain itu dalam konteks komersial, penataan dimaksud digunakan untuk peningkatan pendapatan daerah melalui pengaturan retribusi.
Kehebohan kejadian diantaranya Mural “404: Not Found di Batuceper” dan Poster “Pak Jokowi, bantu peternak beli jagung dengan harga wajar, telur murah” menjadi sorotan publik dan kemudian mendapat teguran dari Presiden RI karena Polri dinilai berlebihan. Khusus dalam kasus “Poster”, bahkan Presiden menyampaikan bahwa redaksi “Poster” tersebut biasa saja, “Saya sudah tegur Kapolri soal ini, saya minta agar jangan terlalu berlebihan. Wong saya baca kok isi posternya. Biasa aja. Lebih dari itu saya sudah biasa dihina,” (YouTube Kompas TV, Kamis 16/9/2021). Sedangkan terhadap kasus “Mural”, Presidenpun tidak berkenan dengan tindakan yang dilakukan oleh Polri. Hal ini disampaikan oleh Kabareskrim bahwa “Bapak Presiden tidak berkenan bila kita responsif terhadap hal-hal seperti itu. Demikian juga Bapak Kapolri selalu mengingatkan kita dan jajaran, terutama dalam penerapan UU ITE… Kritis terhadap pemerintah saya rasa nggak ada persoalan. Namun kalau fitnah, memecah belah persatuan dan kesatuan, intoleran ya pasti kita tangani… Menyerang secara individu memang mensyaratkan korbannya yang harus melapor. Khusus dalam hal ini pun, Bapak Presiden juga tidak berkenan Polri reaktif dan responsif terhadap masalah itu.” (Liputan6, 19 Agustus 2021).
Beberapa pakar juga menyampaikan hal serupa, seperti Dr. Azmy Syahputra (Pakar Hukum Pidana), “Bila ada hak atas kepentingan hak personal seseorang terganggu, maka orang yang merasa kepentingan hukumnya dirugikan atas perbuatan tersebut, maka korbanlah yang mutlak melapor. Apalagi jika perbuatan tersebut sifatnya delik aduan, maka sepanjang tidak ada laporan maka polisi belum dapat menindaklanjuti… Muatan moral dalam hukum ini penting dan mendasar, karena semestinya kehidupan berbangsa dan bernegara ini juga syarat muatan moral dan keadilan masyarakat… Karena makna hukum juga akan hilang jika makna sosiologi atas fungsi hukum hilang, yang berakibat akan timbul persoalan atau gesekan dalam masyarakat” (Liputan6.com, Senin, 16/8/2021). Pendapat senada disampaikan juga oleh Bivitri Susanti (Pakar Hukum Tata Negara), “Kalau Jokowi merasa tersinggung, dia mengadu ke Bareskrim, baru bisa diproses… mural tersebut bisa saja melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Tibum). Sanksi yang dikenakan pun minim, yaitu maksimal denda Rp 50 juta… Jadi kalau melanggar Perda, silakan dihapus, silakan denda. Cukup, tidak usah diburu” (Katadata.co.id, Kamis, 19/8/2021).
Kapolri saat ini merencanakan perlombaan Mural. Informasi mengenai lomba mural Kapolri ini dibenarkan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono. Namun untuk waktu pelaksanaannya masih dibahas lebih lanjut (CNN Indonesia, Kamis 16/9/2021). Respon “restorative” dari Kapolri ini perlu didukung dalam rangka pemulihan kesalingterhubungan Polri-masyarakat. Akan tetapi Pemerintah Daerah, melalui Satpol-PP nya juga tidak boleh lengah, agar tidak terjadi “sampah mata” akibat “lokasi Mural liar” diwilayahnya. Pegiat “Mural”, juga sangat perlu patuh dan bekerjasama untuk mengekspresikan kemampuannya pada tempat yang tepat dan lokasi yang tidak melawan hukum.
Polri juga perlu mendesain agar seluruh jajarannya mempunyai paradigma dan sikap yang responsive (akuntabel dan berintegritas), bukan reaktif. Untuk itulah, oknum-oknum Polri yang terlibat urusan “Mural dan Poster” sebagaimana cerita di atas, sudah patut ditindak berdasarkan peraturan disiplin internal. Mengapa demikian? Hal ini karena Presiden RI telah “menegur” Kapolri sebagai akibat ketidak-patutan tindakan oknum-oknum anggota/pejabatnya di lapangan. Sesungguhnya ekspresi dalam “Mural dan Poster” itu hanyalah bagian Puncak dari “fenomena” Gunung Es. Sehingga, akar permasalahannya yang perlu dipindai, analisa, dan ditanggapi dengan tepat, sebagai bagian dari permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kebebasan yang hakiki adalah kebebasan yang menjaga kesalingterhubungan dengan berempati, bukan menyakiti (Poeloengan:2021).
Jakarta, 19 September 2021
Andrea H Poeloengan
Mantan Komisioner Kompolnas 2016-2020.