Respectnidea.com – Pemerintah secara resmi mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah ditetapkan sebagai bagian dari reformasi perpajakan nasional.
Pengumuman tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada Senin (16/12/2024).
“Sesuai amanat UU HPP, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen per Januari tahun depan. Ini adalah jadwal yang sudah ditetapkan sebelumnya,” ujar Airlangga seperti dikutip dari siaran resmi Kementerian Perekonomian melalui akun YouTube mereka, Selasa (17/12).
Meski tarif PPN mengalami kenaikan, pemerintah memastikan bahwa kebutuhan pokok dan layanan esensial tetap terbebas dari beban pajak.
Hal ini merujuk pada Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 59 Tahun 2020 yang memberikan fasilitas PPN 0 persen untuk barang-barang kebutuhan masyarakat. Barang tersebut termasuk sembako seperti beras, daging, ikan, telur, susu, dan gula konsumsi.
Tak hanya barang pokok, sejumlah layanan vital juga masuk dalam kategori bebas PPN. Di antaranya adalah jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, jasa tenaga kerja, layanan keuangan, hingga penyediaan vaksin polio dan air bersih.
“Barang kebutuhan pokok ini seluruhnya bebas PPN. Pemerintah memberikan fasilitas pajak agar daya beli masyarakat tetap terjaga,” tegas Airlangga.
Stimulus Ekonomi untuk Mengimbangi Kenaikan PPN
Guna mengantisipasi dampak kenaikan tarif PPN, pemerintah telah menyiapkan sejumlah paket stimulus ekonomi. Langkah ini bertujuan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat, terutama kelompok dengan daya beli terbatas.
Sebelumnya, rencana kenaikan tarif PPN hanya ditujukan pada barang dan jasa mewah. Namun, pemerintah akhirnya menetapkan tarif 12 persen berlaku secara umum, meskipun dengan pengecualian pada kebutuhan pokok.
Beberapa barang dan jasa premium yang akan terdampak kenaikan PPN ini antara lain bahan makanan premium, layanan kesehatan medis eksklusif, pendidikan berkelas, serta penggunaan listrik untuk pelanggan rumah tangga dengan daya 3.500 hingga 6.600 volt-ampere (VA).
Menurut Airlangga, kebijakan ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk menerapkan asas keadilan sosial melalui sistem pajak yang lebih adil dan gotong royong.
Masyarakat berpenghasilan lebih tinggi akan dikenakan pajak lebih besar untuk mendukung kesejahteraan kelompok yang lebih membutuhkan.
Kesejahteraan Masyarakat Jadi Fokus Utama
Dalam kesempatan yang sama, Airlangga Hartarto menekankan bahwa insentif dan stimulus ekonomi akan diberikan untuk meminimalisir dampak kenaikan PPN. Paket kebijakan ini diarahkan untuk menjaga daya beli dan stabilitas ekonomi masyarakat.
“Pemerintah sudah menyiapkan berbagai insentif yang ditujukan kepada kelompok masyarakat luas agar kesejahteraan mereka tetap terjaga,” ungkapnya.
Stimulus ini diprediksi akan mencakup bantuan langsung, program pemulihan ekonomi, serta dukungan untuk usaha kecil dan menengah.
Reformasi perpajakan melalui kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara demi mendukung pembangunan dan pemulihan ekonomi nasional.
Namun, pemerintah juga berkomitmen untuk tetap melindungi masyarakat menengah ke bawah dengan kebijakan pengecualian pajak yang ketat.
Dengan demikian, meskipun tarif PPN dinaikkan, kelompok masyarakat yang paling terdampak tetap mendapatkan perhatian melalui stimulus dan pembebasan pajak untuk kebutuhan dasar.
Hal ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial yang merata di seluruh lapisan masyarakat.