Respectnidea.com – Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, I Ketut Darpawan, resmi menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.
Sidang ini merupakan buntut dari penetapan status tersangka terhadap Nadiem Makarim dalam dugaan kasus korupsi pengadaan Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek pada periode 2019–2022.
Dalam sidang pembacaan putusan yang digelar pada Senin, hakim menyatakan, “Menolak permohonan praperadilan pemohon dan membebankan pemohon sejumlah nihil.”
Putusan tersebut menegaskan bahwa permohonan yang diajukan Nadiem Makarim tidak memiliki dasar hukum yang cukup kuat untuk dikabulkan.
Sidang praperadilan ini digelar guna menguji sah atau tidaknya penetapan status tersangka oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia. Melalui kuasa hukumnya, Nadiem berupaya menegaskan bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus tersebut tidak sesuai prosedur hukum dan kurang didukung bukti yang memadai.
Selama proses sidang, sebanyak 12 tokoh antikorupsi dari berbagai latar belakang turut mengajukan pendapat hukum sebagai amicus curiae atau “sahabat pengadilan.”
Mereka berasal dari kalangan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mantan Jaksa Agung, hingga pakar hukum tata negara. Para amici ini menilai bahwa proses praperadilan di Indonesia kerap menyimpang dari tujuan awalnya sebagai mekanisme kontrol terhadap penggunaan kewenangan penyidik.
Dalam pandangan para ahli hukum tersebut, dua alat bukti yang digunakan Kejagung sebagai dasar penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka dinilai belum cukup untuk menimbulkan “reasonable suspicion” atau kecurigaan yang beralasan.
Mereka menegaskan bahwa beban pembuktian seharusnya berada di tangan penyidik Kejaksaan Agung, bukan pada pihak pemohon praperadilan.
Kejaksaan Agung sebelumnya menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek yang berlangsung antara tahun 2019 hingga 2022. Dalam kapasitasnya sebagai Mendikbudristek pada tahun 2020, Nadiem disebut merencanakan penggunaan produk Google untuk proyek pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK), bahkan sebelum proses pengadaan resmi dimulai.
Atas dasar tersebut, Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana.
Putusan PN Jakarta Selatan ini sekaligus memperkuat posisi hukum Kejaksaan Agung dalam melanjutkan penyidikan terhadap kasus yang menjerat mantan bos Gojek tersebut. Hingga kini, pihak Nadiem Makarim belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai langkah hukum berikutnya pasca ditolaknya permohonan praperadilan tersebut.



